Artikel lyang dikutip oleh : http://dental.id/doktergigimenggugat-6-fenomena-alternatif-perawatan-gigi-murah-drg-esther-esti-nenobais/ Dua hari kemarin saya menyelesaikan praktek dengan agak gundah-gulana (tapi sayang bukan penyair sehingga tidak menghasilkan puisi).
Kegundahan pertama karena berjumpa dengan seorang pasien yang membawa selembar hasil pemeriksaan radiologi dan meminta opini tentang gigi bungsu yang harus dioperasi.
Pasien ini menggunakan alat ortodonti cekat di gigi-gigi rahang atas. Tergelitik dengan fenomena yang sedang bergulir tentang pemasangan kawat gigi oleh tukang gigi, saya bertanya,
“Sudah konsul dengan dokter gigi yang merawat giginya Mbak? Ini pasang sama dokter gigi dimana?”.
Pasien menjawab lantang, “AHLI GIGI!”.
Saya tarik napas panjang lalu bilang, “Maaf ya, saya harus menginformasikan bahayanya…bla…bla…bla….”.
Khususnya saya sampaikan bahaya infeksi silang penyakit yang dapat menular lewat darah dan air liur. Biar bagian bahaya pergerakan ngaco dijelaskan oleh dokter gigi spesialis ortodonti. Dan pasien seperti setengah tercengang mendengar penjelasan saya bahwa yang katanya sterilisasi dengan dilap alkohol tidak 100% menjamin alat bebas kuman.
Kegundahan kedua berlanjut dengan datangnya pasien yang bilang mau cabut gigi (harus dengan saya, tidak mau dengan teman sejawat pria yang sedang sama-sama praktek…padahal mainan favorit saya kan jarum saluran akar…😂😂).
Lagi-lagi ketemu pasien pakai alat ortodonti cekat. Katanya disuruh dokter gigi di FKG universitas negeri yang merawatnya untuk mencabut gigi sehubungan dengan kawat giginya itu.
Saya tanya, “Ada surat pengantarnya?. Dijawab tidak ada. Laaah…terus gimana dong?! Kalau yang ditunjuk salah gimana? Kalau ternyata hanya mencatut lokasi perawatan padahal pasang di tukang gigi gimana? Pasiennya sih kelihatan jujur pasang di dokter gigi yang entah residen atau sudah spesialis ortodonti…(bingung juga…kok ga tahu, tambah bingung…apa emang dokter giginya lupa kasih surat pengantar…😅😅).
Singkat cerita, sambil senyum dan meminta maaf…, berucap, “Maaf ya, bukan ga mau tapi harus ada surat pengantarnya supaya tidak salah.”
Belum lagi saya sering dapat pesan yang nyangkut di inbox medsos saya, “Bisa ganti karet ga, dok?”. Atau pasien yang datang terus nanya…, “Disini bisa ganti karet??”. Dan selalu dijawab…tidak biiisaaaa….
Fenomena mencari alternatif perawatan gigi murah yang kemudian ditunggangi oleh pelaku usaha ilegal yang main dokter-dokteran dengan gigi asli manusia merebak. Mulai dari Jakarta sampai Papua. Padahal efek buruknya banyak, baik yang secara langsung berimbas pada kondisi gigi dan mulut maupun kesehatan umum…ga lucu kan kalau ketularan Hepatitis C atau HIV/AIDS gara-gara rawat gigi di tukang gigi?! Dan itu tidak akan seketika dirasakan akibatnya.
Tukang gigi itu bukan saingan dokter gigi (minimal bukan saingan saya yang kerjaannya lebih banyak di ruang pulpa 😄 ) jadi kalau dengar dokter gigi yang mengeluhkan tukang gigi yang menabrak batas kewenangannya untuk memasang gigi tiruan lepasan maka percayalah itu karena dokter gigi sayang masyarakat dan ingin derajat kesehatan masyarakat semakin baik.
0 comments:
Post a Comment