Pada tahun 1890-an terjadi wabah besar virus variola di sebuah kota dekat sungai Kolyma di sebelah selatan Siberia, Rusia. Saat itu sekitar 40 persen populasi kota meninggal dan untuk mencegah infeksi menular lebih jauh tubuh korban dengan cepat dikubur di bawah lapisan es.
Kini dengan kondisi perubahan iklim, pemanasan global, dan erosi akibat aliran sungai peneliti mengatakan lapisan es yang menjadi kuburan para korban mulai mencair. Muncul kekhawatiran penyakit yang sudah puluhan tahun hilang di bumi ini kembali lagi.
Kekhawatiran muncul berkaca dari munculnya wabah antraks di semenanjung Yamal Juli lalu yang memakan korban satu orang anak, menginfeksi 24 orang, dan memusnahkan 2.300 rusa. Sumber virus diyakini datang dari mencairnya kuburan manusia dan rusa yang ada.
kata Boris Kershengolts direktur riset Institute for Biological Problems.
Ahli virus Professor Jonathan Ball dari University of Nottingham mengatakan hal yang patut dipertanyakan sekarang adalah bagaimana dengan kemampuan virus menginfeksi. Setelah bertahun-tahun terkubur dalam es tentu kondisinya tak seperti saat pertama kali memakan korban.
"Menemukan virus yang masih bisa menginfeksi setelah bertahun-tahun lamanya cukup menakjubkan. Seberapa lama sebenarnya virus-virus ini bisa bertahan dalam lapisan es jadi tebakan semua orang," kata Prof Jonathan seperti dikutip dari BBC, Rabu (17/8/2016).
"Bila virus terselubung lapisan lipid, seperti flu atau HIV, maka dia akan lebih rentan. Tapi apabila virus memiliki lapisan cangkang protein seperti virus pilek maka kemungkinannya bertahan lebih baik," sambungnya.
Saat ini peneliti di Siberia sendiri tengah mengumpulkan sampel tanah dari kuburan-kuburan tua. Hal ini dilakukan untuk mendeteksi apakah ada virus variola yang masih aktif.
0 comments:
Post a Comment